Monday, January 20, 2014

Mimpi di Alam Bawah Sadar



Saya mau jadi apa?
Kadang-kadang terlalu banyak pilihan bukannya terasa berkah, tapi malah jadi hal yang membingungkan.
Apakah wise kalau tetap kepala batu berusaha memperjuangkan cita-cita yang kehidupannya akan dijalani di bawah stigma?
Apakah akan lebih baik jika memilih cita-cita "nomor dua", yang kira-kira lebih community suitable dan ber-masa depan cerah, yang sebenernya lebih dikuasai?

Ada bagusnya juga kita membuat jurnal atau catatan kehidupan, supaya suatu saat bisa kita baca lagi, untuk diambil pelajaran atas masa lalu kita sendiri, atau sekedar menghibur sambil mengingat memori menyenangkan.
Untuk saya, itu berlaku buat hari ini.

Membuka catatan SMP, dimana ibu Ratna, guru BK (bimbingan Konseling) yang baik hati, meminta murid-murid menuliskan "apa hal yang menurutmu penting di masyarakat, dan apa kira kira hubungannya dengan profesi cita-citamu nanti".
Dan saya ingat betul, saya membaca tulisan essai saya di depan kelas. "Yang penting untuk masyarakat adalah kesehatan mental. Dengan mental yang baik kemajuan masyarakat juga mudah di raih. Untuk itu saya bercita-cita menjadi dokter otak, sehingga bisa berperan dalam menyehatkan mental orang-orang."
Dokter otak? Hahahaa apa itu...
(Bunuh saja sayaaaa)

Membuka catatan harian SMU, yang dibuat bersama teman teman sekelas. Saya membaca satu tulisan saya sendiri (topiknya nggak begitu penting sebenernya), and I was sign it as : Prof. DR. Dr. Kusuma ,S.Psikiater.
Tuhaan... Gelar macam apaa lagi itu. Hahahhaa...
(Bunuh saja sayaaa, dua kaliii)

Membuka Buku Sumpah Dokter, dimana semua org di foto dengan tema "Follow Your Dream"... And I found myself dressed formally as a therapist/psychiatrist.
( Hoho Actually dulu itu saya nggak sengaja memilih tema itu, saya hanya mau kelihatan chic dan beda dengan teman-teman lain. Hohoho..)

Dilemma saya terjawab oleh tebaran kode-kode dari masa lalu.
Kok bisa nggak sadar ya?

 - Kusuma Minayati -


P.S. Bismillaahirrahmanirrahiim, saya maju! :D

Saturday, August 17, 2013

The Day Before



Never thought It would be this fast
Never thought It would be this fun
Never thought I would be THIS lucky
Never thought The One would be Him
Never thought The Time would be Now :)

Setelah mentari menyapa indahnya pagi nanti,
Saya tak kan lagi mengarungi hidup seperti kemarin kemarin.
Tidak tau yang di depan itu apa.

Pastinya sih indah ;)

God always give me best thing,
On His own best time.

(On the day before my wedding, semoga keberkahan-Nya selalu tercurah dalam hari-hari kami. Aamiin)

- Ms. Uma - 

Sunday, June 23, 2013

Coretan - coretan Abstrak

Otak tak kan pernah tau, kemana arah perginya logika dan keinginan menjalani hari.

Ketika mereka tak mau tinggal,
Mereka tak kan tinggal.
Ketika mereka memilih terbang mengangkasa,
Mereka akan melesat cepat menelusup diantara awan hingga tidak terpeta jejaknya.

Ketika jemari menggenggam pena,
Berusaha menerjemahkan permintaan suara hati,
Tak kan ada tinta tertoreh.
Ujung pena akan mengambang menggambari udara.

Untuk kemudian terbang terlempar ke sudur ruangan.
Menghantam dinding dan patah menjadi dua.

-uma-

Sunday, June 9, 2013

Comfort Zone



Sungguh saya sedang tak ingin pulang,
Tak ingin hari berlangsung selain yang begini.
Tak ingin melanjutkan hidup.

Bagaimana tidak,

Seluruh panca indera dimanjakan batuan tinggi menjulang, hamparan hijau, percikan air, pelukan kabut, dan harum cemara.
Hati berulangkali jatuh cinta dengan senyuman makian keluhan celotehan tertekan orang-orang yang terpaksa menjalani yang mereka tanpa disadari tidak mereka nikmati, demi menikmati dunia.

Tuhan, saya sedang berada pada zona kenyamanan.
Berada pada kepuasan rata-rata.

Zona dimana saya merasa akrab, seolah saya memang terlahir melakukan ini.
Sekaligus dimana saya merasa asing, karena saya mencari-cari dimana diri saya yang dulu, berhasrat pada cita-cita dan petualangan.

Seret saya dari kenyamanan ini, Tuhan.

Walaupun nantinya saya akan compang-camping menjalani hari tanpa kepastian.

Namun saya tau, itu nantinya akan menjadi hari-hari dimana saya akan bisa bangga pada diri sendiri, bahwa saya sanggup menolak sebuah kepuasan rata-rata.

-uma-