Siang tadi saya ada janji lunch dengan seorang karib, after haven't met for a very long long long time karena dia pindah domisili to another city. Dia pindah bukan karena sumpek dengan hedonisme Jakarta, tapi karena dia mendapat pekerjaan yang bagus, which for her it means nominal salary-nya 10x lipat salary dia sebelumnya.
Kami berbincang ini itu, bertukar cerita. Catch up dan update cerita baru mengenai keseharian cita dan kehidupan cinta kami selama dipisahkan jarak. Dia masih pribadi atraktif menyenangkan, seperti dulu saya mengenalnya. Tapi bukan manusia namanya kalau nggak dinamis. Ada juga hal yang berubah dari dia. Arah pembicaraannya sekarang lain. Apa apa akan dia kaitkan ke deskripsi material. Saat membandingkan beberapa kesempatan, dia akan berbicara mengenai nominal rupiah (atau kadang dolar) keuntungan masing-masing kesempatan itu. Saat memberi advice kepada saya, deskripsi untung rugi dari setiap advice nyaris menyerempet selalu kepada "berapa-banyak-uang-yang-dikeluarkan/dihasilkan-dari-melakukan/tidak melakukan-itu". Tanpa memikirkan dampak sosialnya terhadap pihak lain. Terus terang saya agak kecewa dengan kecerdasan baru-nya itu.
"Girl, you've change a lot."
"Really?"
"Saya nyaris gak bisa lihat gairah idealisme khas 'kamu', berjuang pake hati."
"Masa?!"
"All you talk about now is money money money. Kamu yang dulu sederhana, hatinya lembut, gak bisa lihat orang lain susah. Apalagi orang miskin."
"I'm happier with my new life. In some level, I realize that my idealism, our idealism, is stupid. Kita akan tergilas kalau terus menjalani kehidupan bagaikan berada di negara ideal.Malah nantinya gak akan bisa berbuat apa apa untuk siapa siapa sama sekali"
"I'm happy for you. Tapi saya cuma merasa, pemikiran baru berorientasi nilai material kamu itu ... Frankly ... Agak dangkal"
"Hahaaaaa happy for you udah cukup, Dear. ga usah ditambah-tambahin"
Well, saya yakin dia akan tetap menjadi karib tersayang dengan kepribadian menyenangkan dan atraktif sampai nanti nanti. I'm happy and proud of her achievement. Hanya tak terbayang nantinya akan terbang kemana jauh semangat idealismenya yang dulu sering saya kagumi.
Semoga pemikiran ideal saya tak kan luntur. Kalaupun terbang menghilang, ya jangan jauh-jauh, dan segera kembali lagi.
Berkomitmen dengan visi.
Tidak menyandarkan nilai kehidupan pada nominal rupiah.
Terus memohon petunjuk pada-Nya.
Optimisme anak muda banget ya. Naif. Hehehe.
Emang saya masih muda :D
*ngaku-ngaku
-uma-
No comments:
Post a Comment